Pinterpedia.com – Kalau kamu pernah dengar berita gunung meletus, mungkin juga akrab dengan istilah gempa vulkanik. Tapi, apakah semua gempa berkaitan dengan patahan lempeng? Ternyata, tidak semua getaran bumi berasal dari pergeseran kerak bumi. Ada tipe gempa yang murni datang dari “aktivitas dalam tubuh gunung”—itulah yang disebut gempa vulkanik. Artikel ini akan membedah penjelasan ilmiahnya dalam gaya yang mudah dipahami, tanpa mengorbankan akurasi data.
Apa Itu Gempa Vulkanik dan Bagaimana Terjadinya?
Gempa vulkanik merupakan getaran yang terjadi akibat aktivitas magma, gas, atau tekanan dari dalam gunung. Menurut Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), gempa ini terjadi ketika fluida panas (baik berupa magma, gas, maupun uap air) bergerak dan memberi tekanan pada batuan di sekitarnya, sehingga menimbulkan retakan atau pergeseran.
Lebih lanjut, Laporan Penelitian UIN Sumatera Utara tahun 2021 menjelaskan bahwa gempa vulkanik terbagi menjadi beberapa tipe utama, yaitu:
•Vulkanik dalam (VT-A): disebabkan oleh retakan batuan akibat tekanan magma di kedalaman 1–20 km.
•Vulkanik dangkal (VT-B): terjadi di bawah kawah pada kedalaman <3 km.
•Tremor Vulkanik: getaran kontinu yang menandakan fluida bergerak tanpa henti.
•Gempa letusan: terjadi tepat saat erupsi berlangsung.
Bayangkan tekanan dari dalam gunung seperti air mendidih dalam panci tertutup rapat. Ketika uap air atau magma tidak punya jalan keluar, tekanannya akan memecahkan batuan. Itulah yang terekam sebagai gempa.
Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pergerakan magma dan gas menuju permukaan menjadi faktor utama terbentuknya gempa vulkanik. Bahkan, gelombang gempa ini bisa dianalisis untuk memperkirakan waktu letusan, seperti yang dilakukan dalam sistem pemantauan Gunung Merapi.
Indonesia adalah salah satu negara yang paling sering mengalami gempa vulkanik karena berada di Ring of Fire. Wilayah ini merupakan jalur gunung api aktif dunia, tempat pertemuan tiga lempeng besar dunia: Indo-Australia, Pasifik, dan Eurasia.
Menurut Institut Teknologi Bandung (ITB), pada April 2024, Gunung Ruang di Sulawesi Utara mengalami 425 gempa vulkanik dalam dan 237 gempa vulkanik dangkal hanya dalam sepekan sebelum akhirnya meletus. Hal ini menunjukkan bahwa gempa vulkanik adalah bagian penting dari sistem peringatan dini bencana alam.
Tanda-Tanda Letusan, Pola Gempa yang Harus Diwaspadai
Sebelum meletus, gunung biasanya menunjukkan sinyal melalui pola gempa yang khas. Berdasarkan data dari PVMBG, gejala umumnya adalah:
•Swarm gempa kecil dalam waktu singkat,
•Tremor berkepanjangan,
•Gempa dangkal yang semakin intensif.
Sebagai contoh, penelitian oleh UIN Jakarta tahun 2023 menyebut bahwa Gunung Semeru pada akhir 2021 mengalami peningkatan signifikan aktivitas gempa dalam, yang kemudian disusul letusan eksplosif yang merenggut korban jiwa.
Gas Vulkanik dan Bahayanya
Selain gempa, gas vulkanik juga merupakan indikator penting yang dipantau ilmuwan. Menurut Pusat Vulkanologi Jepang dan didukung oleh data ITK (Institut Teknologi Kalimantan), gas seperti CO₂ dan SO₂ yang tertahan di dapur magma dapat menjadi penyebab letusan yang sangat eksplosif.
Ketika kandungan gas meningkat secara signifikan dan tidak dilepaskan secara bertahap, tekanan akan memuncak. Jika batuan penahan retak secara tiba-tiba, letusan besar bisa terjadi dalam hitungan jam.
Dampak Gempa Vulkanik
Meskipun magnitudonya kecil (rata-rata <5), dampak gempa vulkanik bisa luar biasa. Berdasarkan jurnal dari Universitas Brawijaya, berikut risiko yang bisa terjadi:
•Longsor lereng gunung,
•Awan panas dan lahar hujan,
•Gangguan transportasi akibat abu vulkanik,
•Bahkan tsunami lokal jika letusan terjadi di dekat laut (seperti pada erupsi Gunung Anak Krakatau 2018).
Bencana tersebut menjadi pengingat pentingnya pemantauan aktivitas vulkanik secara menyeluruh.
Apa yang Harus Dilakukan Jika Terjadi Gempa Vulkanik?
Kamu tinggal di daerah dekat gunung api? Jangan anggap enteng getaran-getaran kecil. Menurut BMKG, langkah berikut bisa menyelamatkan nyawa:
•Pantau informasi resmi dari PVMBG atau aplikasi MAGMA Indonesia.
•Persiapkan tas darurat berisi masker, senter, makanan kering, dan dokumen penting.
•Jangan terpancing hoaks: hanya ikuti info dari sumber resmi.
Membedakan Mitos dan Fakta Tentang Gempa Vulkanik
Mitos Umum Fakta Ilmiah Berdasarkan Penelitian
Gempa kecil = letusan besar pasti datang Tidak selalu. Hanya tanda tekanan meningkat.
Hewan kabur duluan berarti akan ada letusan Bisa jadi reaksi insting, tapi bukan indikator ilmiah yang pasti.
Kalau gunung tenang berarti aman Gunung bisa ‘tenang’ padahal tekanannya sedang memuncak.
Referensi: PVMBG, LIPI, Universitas Indonesia, dan jurnal nasional tentang mitigasi bencana
Letusan Gunung Semeru menjadi contoh bagaimana gempa vulkanik harus ditanggapi serius. Menurut data PVMBG, sebelum letusan besar, aktivitas gempa dalam meningkat tajam. Dalam kurun 6 bulan, jumlah gempa melonjak lebih dari 2000 kejadian.
Letusan pada Desember 2021 menyebabkan awan panas dan guguran material sejauh lebih dari 10 kilometer, menewaskan lebih dari 60 orang, dan memaksa ribuan orang mengungsi.
Gempa vulkanik bukan isyarat yang bisa diabaikan. Ia adalah bentuk “komunikasi alam” yang menunjukkan bahwa ada proses besar di bawah permukaan. Jika kita bisa membaca tanda-tandanya—baik lewat frekuensi gempa, tremor, maupun gas—kita bisa memperkecil risiko dan menyelamatkan banyak jiwa.
Memahami gempa vulkanik artinya kita belajar membaca amarah sunyi dari dalam bumi. Dan itu bukan sekadar ilmu, tapi juga bentuk kesiapsiagaan untuk masa depan.