Pinterpedia.com – Kursi direktur utama itu bukan sekadar tentang seberapa besar kantor yang kamu punya atau berapa digit saldo rekeningmu. Lebih dari itu, jadi dirut adalah soal bagaimana kamu berpikir. Karena di balik keputusan-keputusan besar, krisis yang tak terduga, dan tekanan dari segala arah, ada satu hal yang menentukan kamu bisa bertahan atau tumbang: mindset.
Buat kamu yang punya mimpi naik ke level puncak sejak dini, lima mindset ini bukan cuma opsional, tapi wajib dilatih sejak sekarang. Jangan tunggu dapat jabatan dulu baru belajar. Justru kamu perlu punya mentalitas kelas dirut bahkan saat kamu masih pegang jobdesk anak magang.
Yuk, kita bongkar satu per satu.
1. Growth Mindset: Kamu Gagal? Bagus, Artinya Kamu Lagi Belajar
Growth mindset bukan jargon LinkedIn, ini real deal. Pola pikir ini muncul dari keyakinan bahwa kemampuan kamu bisa tumbuh lewat usaha, latihan, dan ketekunan. Bukan cuma bawaan lahir atau IQ semata.
Orang dengan growth mindset nggak takut gagal. Mereka justru melihat kegagalan sebagai bagian dari proses. Ketika presentasi kacau, tim bubar, atau ide ditolak habis-habisan, mereka nggak langsung mental down. Mereka evaluasi, adaptasi, dan coba lagi.
Menurut riset Carol Dweck (Stanford University), orang dengan growth mindset cenderung punya performa jangka panjang lebih baik dibanding yang stuck dalam fixed mindset. Di dunia kepemimpinan, ini krusial banget—karena perubahan itu konstan. Kalau kamu kaku, kamu kalah.
2. Visioner Mindset: Ngomong Hari Ini, Tapi Sudah Mikirin Lima Tahun ke Depan
Banyak orang sibuk selesaikan apa yang ada di depan mata. Tapi pemimpin sejati berpikir jauh ke depan. Bukan sekadar menyelesaikan hari ini, tapi menyiapkan fondasi untuk masa depan.
Mindset visioner bukan berarti kamu harus selalu punya “grand idea” yang heboh. Tapi kamu perlu bisa melihat pola dari data, membaca arah industri, dan memetakan risiko sebelum semua orang sadar akan bahayanya.
Contoh? Lihat bagaimana Nadim Makarim membangun Gojek bukan cuma sebagai ojek online, tapi sebagai platform ekosistem digital. Itu bukan kebetulan, tapi hasil dari pola pikir visioner yang menghubungkan kebutuhan, perilaku, dan masa depan.
3. Ownership Mindset: Jangan Cuma Nunggu Disuruh, Ambil Tanggung Jawab Tanpa Disuruh
Dirut sejati itu nggak perlu diperintah. Mereka nggak pakai alasan “itu bukan bagian dari jobdesc saya.” Justru mereka punya inisiatif untuk menyelesaikan masalah sebelum diminta.
Mindset kepemilikan ini juga berarti berani bertanggung jawab. Ketika ada kesalahan, mereka nggak sibuk cari kambing hitam. Mereka maju, bilang, “Ini salah saya. Tapi saya tahu cara perbaikinya.”
Konsep ini dibahas dalam buku Extreme Ownership oleh Jocko Willink, seorang mantan Navy SEAL. Pemimpin yang bertumbuh adalah mereka yang punya kontrol penuh atas tindakan dan keputusan, bukan yang melempar masalah ke orang lain.
4. Resilience Mindset: Dihantam Gagal Berkali-Kali, Tapi Nggak Hancur
Dunia bisnis dan kepemimpinan itu keras. Kadang kamu sudah kerja mati-matian, tapi hasilnya nihil. Kadang kamu dihina, diremehkan, bahkan disabotase. Di momen seperti itu, kamu perlu satu hal: daya tahan mental.
Resilience mindset adalah kemampuan untuk bangkit, tetap berdiri, dan lanjut lagi, meski segala hal terasa jatuh. Ini bukan cuma soal semangat, tapi soal sistem daya tahan yang dibangun dari pengalaman.
Bahkan menurut riset American Psychological Association, resilience bukan bawaan genetik. Ia bisa dibentuk lewat latihan refleksi, support system, dan kemampuan menata ulang cara pikir saat menghadapi tekanan.
Jadi, jangan buru-buru nyerah. Gagal bukan akhir. Gagal itu bahan bakar.
5. Collaborative Mindset: Kamu Nggak Akan Mampu Bangun Empire Sendirian
Kamu mungkin pintar, jago presentasi, dan cepat belajar. Tapi tanpa kemampuan berkolaborasi, kamu cuma jadi one man show yang cepat kelelahan.
Mindset kolaboratif artinya tahu kapan kamu harus memimpin, kapan kamu harus mendengar. Ini bukan soal sok merendah, tapi benar-benar menghargai kontribusi tim.
CEO sukses bukan mereka yang bisa segalanya, tapi yang bisa menemukan orang-orang hebat dan membuat mereka merasa berarti.
Daniel Goleman dalam riset tentang Emotional Intelligence menyebut bahwa kemampuan interpersonal seperti empati, komunikasi terbuka, dan kepekaan sosial justru jadi pembeda utama antara pemimpin biasa dan luar biasa.
Jadi jangan gengsi minta pendapat. Jangan alergi dikritik. Dan jangan takut punya tim yang lebih pintar dari kamu.
Kamu boleh belum punya startup. Boleh belum masuk dunia kerja. Tapi kalau kamu udah punya lima mindset ini dalam keseharian kamu, kamu udah lebih siap dari mayoritas orang.
Karena di dunia nyata, jabatan bisa dikasih. Tapi mentalitas? Itu harus kamu bentuk sendiri.
Dan satu hal yang pasti: mindset ini bukan cuma buat jadi dirut. Tapi buat kamu yang pengen jadi manusia yang bisa diandalkan, dipercaya, dan jadi pemimpin di lingkungan mana pun kamu berada.