Pinterpedia.comFilm animasi Merah Putih: One for All yang dirilis dengan niat mulia untuk memperkenalkan pesan kebangsaan dan persatuan Indonesia, tampaknya telah menarik perhatian banyak orang. Namun, setelah trailer film ini dipublikasikan, banyak netizen yang memberikan komentar dan kritik tajam terhadap berbagai aspek film tersebut. Dari kualitas visual hingga masalah dalam cerita, kritik-kritik tersebut menyentuh beberapa kekurangan yang masih ada dalam film ini. Berikut adalah enam hal yang kurang dalam Merah Putih: One for All menurut sudut pandang netizen setelah melihat trailer.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

1. Kualitas Visual yang Tidak Memadai

Salah satu hal yang paling sering disorot oleh netizen adalah kualitas visual film ini. Banyak yang merasa bahwa animasi dalam Merah Putih: One for All tidak memenuhi ekspektasi, mengingat anggaran yang cukup besar yang diklaim mencapai Rp 6,7 miliar. Visual yang dihasilkan dianggap tidak sebanding dengan biaya produksi yang ada, bahkan ada yang membandingkannya dengan film animasi jadul. Menurut beberapa komentar, kualitas grafis film ini cenderung kurang halus dan terkesan ‘kasar’, yang membuat pengalaman menonton menjadi kurang memuaskan. Untuk sebuah film yang diharapkan bisa mewakili Indonesia dengan penuh kebanggaan, netizen mengharapkan kualitas animasi yang jauh lebih baik dan memukau, terutama ketika melihat potensi yang ada pada cerita dan tema besar yang diusung.

2. Penggunaan Aset Digital Murah

Isu lain yang memicu kontroversi adalah dugaan penggunaan aset digital murah. Beberapa netizen melaporkan bahwa beberapa karakter dan latar belakang dalam trailer film ini memiliki kemiripan dengan karakter yang tersedia di platform seperti Daz3D dan Reallusion, yang menyediakan model 3D untuk dibeli dengan harga yang relatif murah. Ini menimbulkan pertanyaan mengenai integritas produksi film dan transparansi dalam penggunaan sumber daya. Kritikus film dan beberapa netizen menilai bahwa penggunaan aset digital yang sudah tersedia di pasar komersial menunjukkan kurangnya upaya kreatif dalam menciptakan elemen visual yang unik dan khas. Hal ini tentunya mengurangi kesan orisinalitas yang seharusnya hadir dalam sebuah film animasi yang berkualitas.

3. Cerita yang Kurang Menggugah

Walaupun film ini mengusung tema nasionalisme dan persatuan, beberapa netizen merasa bahwa cerita yang dihadirkan dalam trailer kurang menggugah emosi. Meskipun premis tentang sekelompok anak yang berjuang untuk menemukan bendera pusaka sangat menarik, banyak yang berpendapat bahwa eksekusi cerita dalam trailer terasa kurang dalam. Beberapa adegan penting yang seharusnya menambah ketegangan atau dramatisasi justru terkesan datar dan kurang emosional. Banyak yang berharap bahwa film ini akan lebih mendalam dalam menggambarkan nilai-nilai kebangsaan yang diusung, dengan pengembangan karakter yang lebih kuat dan konflik yang lebih memikat.

4. Kurangnya Detail Animasi yang Menarik

Detail animasi menjadi sorotan lain yang dianggap kurang maksimal. Dalam trailer, beberapa netizen merasa bahwa adegan-adegan yang menampilkan aksi atau pergerakan karakter terasa kurang mulus dan kurang diperhatikan detailnya. Misalnya, ada beberapa gerakan karakter yang terkesan kaku, serta latar belakang yang tampak tidak sesuai dengan suasana cerita. Untuk sebuah film animasi dengan anggaran besar, penggemar mengharapkan kualitas visual yang lebih mulus dan penuh detail. Detail-detail kecil, seperti pergerakan karakter yang lebih hidup dan latar belakang yang lebih dinamis, akan membuat penonton semakin terhanyut dalam cerita.

5. Kekurangan dalam Penyampaian Pesan Moral

Di balik semua kritik teknis yang muncul, ada satu hal lagi yang menjadi perhatian utama, yaitu penyampaian pesan moral film. Beberapa netizen berpendapat bahwa film ini kurang efektif dalam menyampaikan nilai kebangsaan dan persatuan secara mendalam. Walaupun film ini mengangkat tema yang relevan, cara penyampaian pesan tersebut terasa agak lemah dan tidak cukup menggugah kesadaran penonton tentang pentingnya menjaga keberagaman dan persatuan dalam kehidupan sehari-hari. Harapan besar dari film ini adalah dapat menginspirasi generasi muda untuk lebih mencintai tanah air, namun dalam trailer yang ditampilkan, hal tersebut belum sepenuhnya tercapai dengan maksimal. Beberapa penonton merasa bahwa film ini lebih fokus pada hiburan semata dan tidak cukup dalam menyampaikan pesan-pesan moral yang seharusnya menjadi inti dari sebuah film kebangsaan.

6. Respon yang Kurang Memadai dari Produser

Ketika kritik dan komentar negatif mulai bermunculan, produser Merah Putih: One for All memberikan respon yang dianggap kurang memadai oleh sebagian besar netizen. Alih-alih merespon dengan klarifikasi yang baik, produser film, Toto Soegriwo, sempat mengatakan bahwa kritik tersebut hanya perlu ‘disenyumin saja’. Respon seperti ini membuat banyak penonton merasa bahwa produser tidak serius dalam mendengarkan masukan yang diberikan. Padahal, kritik konstruktif dari netizen sangat berharga untuk meningkatkan kualitas film, dan diharapkan produser bisa lebih terbuka dalam menerima kritik sebagai bahan perbaikan untuk kesuksesan film di masa depan.

Secara keseluruhan, Merah Putih: One for All masih memiliki banyak ruang untuk perbaikan, baik dari segi visual, cerita, hingga pengembangan pesan yang ingin disampaikan. Meskipun film ini memiliki niat yang baik untuk mengangkat semangat kebangsaan, kritik-kritik yang datang dari netizen menunjukkan bahwa ada beberapa aspek yang masih perlu diperbaiki agar film ini dapat memenuhi ekspektasi penonton, terutama yang menginginkan film animasi dengan kualitas tinggi dan pesan yang kuat. Semoga dengan adanya masukan ini, tim produksi dapat melakukan evaluasi dan perbaikan sebelum film ini benar-benar tayang, agar bisa memberikan pengalaman menonton yang lebih baik dan bermanfaat bagi masyarakat Indonesia.