minuman serupa di warung sebelah atau franchise lain yang sudah mapan. Kalau mayoritas orang sekitar biasa beli es teh 6 ribu, jangan maksa jual 12 ribu dengan dalih “ini premium”. Bisa-bisa dibilang “es teh Sultan”.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

3. Kompetitor Terlalu Banyak, Produk Musiman, dan Tren Cepat Pudar

Ingat tren Thai Tea beberapa tahun lalu? Awalnya di mana-mana penuh antrean, setahun kemudian banyak yang tinggal papan nama kusam. Tren minuman cepat sekali naik, cepat sekali turun.

Kalau kamu buka tempat jualan cuma ikut-ikutan tren, risiko sepinya juga ikut besar. Apalagi kalau di satu jalan sudah ada tiga penjual es teh dengan merek mirip-mirip. Pelanggan bisa gampang berpindah hanya karena selisih seribu rupiah.

Strateginya? Jangan cuma ikut arus. Cari pembeda kecil. Bisa dari rasa, bisa dari kemasan, atau bisa dari pelayanan. Orang mungkin lupa nama brand besar, tapi bakal ingat “es kopi depan balai desa yang manisnya pas dan penjualnya selalu senyum.”

4. Tempat Jualan Kurang Menarik

Banyak pemula menyepelekan tampilan tempat jualan. Padahal, visual jadi daya tarik pertama. Tempat jualan yang gelap, seadanya, atau banner-nya luntur bisa bikin pembeli mikir, “Ah, nanti aja.”

Bikin tempat jualanmu minimal terlihat bersih, ada lampu terang, dan jelas brandingnya. Nggak perlu fancy kayak kafe, cukup rapi, bersih, dan nggak bikin orang salah sangka. Ingat, “jualan di pinggir jalan” bukan alasan untuk berantakan.

5. Tidak Pernah Promo

Pelanggan baru biasanya datang karena dua hal: penasaran atau promo. Kalau tempat jualanmu nggak punya promo sama sekali, berarti kamu hanya mengandalkan rasa penasaran orang lewat. Dan itu jumlahnya terbatas.

Halaman:
1 2 3