di tempat yang belum memiliki jalan bagi logistiknya.
4. Ketimpangan SDM dan Produktivitas Rendah
Tenaga kerja Indonesia memang melimpah, tapi belum sepenuhnya siap industri. Produktivitas masih tertinggal dibandingkan negara tetangga. Data Asian Productivity Organization (2024) menunjukkan produktivitas pekerja Indonesia masih di bawah Thailand dan Malaysia.
Kesenjangan antara pendidikan vokasi dan kebutuhan industri menyebabkan banyak perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk pelatihan dasar. Di sisi lain, riset dan inovasi lokal belum cukup kuat untuk menarik investasi di sektor teknologi tinggi. Investor yang mencari efisiensi akhirnya memilih negara dengan tenaga kerja lebih terampil, walaupun upahnya sedikit lebih tinggi.
5. Ketergantungan pada Komoditas
Ketika harga batu bara naik, ekonomi Indonesia ikut bergairah. Namun saat harga turun, perekonomian pun melambat. Ketergantungan berlebihan pada sektor komoditas membuat struktur ekonomi Indonesia rentan terhadap gejolak global.
Kondisi ini membuat sebagian investor jangka panjang ragu, karena mereka menilai pasar Indonesia terlalu bergantung pada siklus harga bahan mentah. Sektor manufaktur dan industri bernilai tambah masih belum menjadi tulang punggung utama ekonomi. Tanpa diversifikasi, investasi yang datang hanya akan berputar di sektor ekstraktif tanpa menciptakan nilai tambah berkelanjutan.
6. Ketidakpastian Politik dan Korupsi Struktural
Setiap kali tahun politik tiba, geliat investasi biasanya melambat. Investor menunggu kepastian arah kebijakan, terutama untuk proyek jangka panjang. Tak jarang proyek besar tersendat karena pergantian pejabat atau perubahan prioritas pemerintahan baru.
Masalah lain yang tak kalah serius adalah korupsi. Transparansi Internasional pada 2024 menempatkan Indonesia di peringkat 115 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi. Ini menandakan masih tingginya risiko di tingkat implementasi proyek. Investor mungkin bisa menghitung risiko pasar, tetapi sulit menghitung risiko biaya tak terduga.
7. Ketimpangan Daerah dan Daya Saing Lokal
Kondisi ekonomi Indonesia tidak seragam. Beberapa daerah memiliki potensi besar tetapi belum didukung kebijakan dan infrastruktur yang memadai. Pemerintah daerah juga memiliki pendekatan berbeda dalam menyambut investor—ada yang proaktif, ada pula yang justru mempersulit.
Kesenjangan ini membuat investasi terkonsentrasi di wilayah tertentu. Data BPS (2024) menunjukkan lebih dari 70 persen realisasi investasi masih berpusat di Pulau Jawa. Di luar Jawa, sebagian besar proyek belum siap dari sisi lahan, perizinan, atau konektivitas. Tanpa pemerataan dukungan dan koordinasi, investasi hanya akan memperlebar ketimpangan