Manga The Summer Hikaru Died (Pinterest)
Hobi

The Summer Hikaru Died, Manga Horor yang Diam-Diam Menghantui Pembaca

Pinterpedia.com – Tidak banyak manga yang bisa menjerat pembaca hanya dengan sunyi, tapi The Summer Hikaru Died melakukan itu tanpa basa-basi. Horor yang dihadirkan bukan soal darah atau makhluk menyeramkan, melainkan sesuatu yang lebih mengganggu: kehilangan, identitas, dan kebersamaan yang salah arah. Banyak yang membaca karena penasaran, lalu diam beberapa saat setelah halaman terakhir—bukan karena takut, tapi karena hampa. Manga ini bukan hanya horor psikologis, tapi potret halus tentang seseorang yang kita cintai berubah menjadi sesuatu yang tak lagi bisa dikenali, dan kita tetap mencoba bertahan di sampingnya.

Buku yang Lagi Nge-Tren ini dalam bahasa Jepang, judul aslinya Hikaru ga Shinda Natsu secara harfiah berarti “Musim Panas Saat Hikaru Mati.” Namun yang lebih menyeramkan bukan kematiannya, tapi apa yang terjadi setelah itu. Hikaru memang mati, tapi seseorang—atau sesuatu—kembali dalam bentuknya. Yoshiki, sahabat dekat Hikaru, tahu itu. Dan inilah awal dari musim panas yang paling membingungkan dalam hidupnya.

Mengusung Tema Kehilangan dan Ketidakpastian

Apa jadinya jika orang yang paling kamu percaya, mendadak terasa asing? Tapi anehnya, kamu tetap ingin dia ada. Manga ini bicara tentang keintiman yang rusak, bukan karena orang itu pergi, tapi karena yang kembali bukan lagi dia. The Summer Hikaru Died menghadirkan horor tanpa suara, lewat kebingungan emosional dan dorongan untuk memaafkan sesuatu yang jelas bukan manusia.

Yoshiki digambarkan sebagai remaja biasa di desa sunyi, tapi pergolakan batinnya tidak bisa diredam oleh realitas desa yang damai. Hikaru, atau “yang menyerupai Hikaru”, terus bersikap seperti sebelumnya. Mereka bercanda, berjalan bersama, saling menjaga. Tapi kekosongan itu terasa, dan di situlah ngeri itu tumbuh. Tidak ada teriakan, tidak ada pembunuhan, tapi ada sesuatu yang salah sejak awal.

Baca  5 Sepeda Listrik Terjangkau dengan Kapasitas Baterai Besar untuk Dewasa yang Ideal untuk Perjalanan Jarak Menengah

Mokumokuren, sang kreator, menyusun panel-panel dengan ritme lambat dan detail yang mengendap. Bayangan dedaunan, jalan desa yang sepi, wajah-wajah tanpa dialog. Semua itu bukan sekadar pelengkap, tapi jembatan perasaan dari halaman ke hati. Banyak adegan dibiarkan menggantung, tapi justru karena itu maknanya bertahan lebih lama. Ini bukan manga yang habis dibaca, lalu lupa. Ini cerita yang tinggal, bahkan ketika tutup buku.

Isi Cerita yang Relate dengan Kehidupan

The Summer Hikaru Died naik di berbagai forum—Reddit, TikTok, hingga YouTube—bukan karena twist bombastis, tapi karena sensasi halus yang tinggal lama. Banyak pembaca muda merasa relate karena cerita ini menggambarkan bentuk kehilangan yang tidak selalu dramatis, tapi sunyi dan berkepanjangan. Subteks emosional antara dua tokoh utamanya pun membuat banyak orang membacanya lebih dari sekali. Manga ini tidak dijelaskan secara penuh, dan justru di situlah keunggulannya. Tak butuh banyak aksi, cukup perasaan yang tak terdefinisikan.

The Summer Hikaru Died adalah manga horor yang tidak menyodorkan ketakutan, tapi menanamkannya perlahan. Ia menyentuh lapisan paling dasar dari rasa kehilangan—saat yang kita kenal berubah, tapi kita masih ingin tetap percaya. Visualnya sunyi, ceritanya padat emosi, dan suasananya merayap. Ini adalah manga yang berbicara lebih banyak saat tidak berkata apa-apa, dan karena itulah ia menghantui banyak pembacanya bahkan setelah tamat. Di tengah gempuran horor berisik dan jumpscare digital, The Summer Hikaru Died adalah alarm sunyi yang tak bisa dimatikan.