Ilustrasi Gen Z (Freepik)
Sosial Media

Viral di Media Sosial, Gen Z Sudah Merasa Lebih Tua di Umur 22 Tahun

Pinterpedia.com – Di media sosial, makin sering terdengar keluhan dari Gen Z yang merasa sudah “kelewat tua” di umur 22 tahun. Bukan karena fisik menua akibat kebanyakan dandan, tapi karena kelelahan mental dan tekanan sosial yang terlalu cepat datang. Unggahan semacam “udah 22 tapi kok rasanya kayak 35”, atau “umur masih muda tapi hidup kayak veteran”, bukan sekadar candaan. Ini gambaran konkret realitas Gen Z saat ini, generasi digital yang tumbuh terlalu cepat dalam dunia yang tidak menunggu siapa pun.

1. Gen Z dan Perasaan Tua yang Datang Terlalu Cepat

Generasi yang lahir di antara akhir 90-an hingga awal 2010-an ini bukan cuma tumbuh dengan internet, mereka dibesarkan oleh algoritma. Setiap fase kehidupan disandingkan dengan ekspektasi tak masuk akal yang muncul di media sosial. Masuk usia 22, mereka merasa lelah, jenuh, bahkan tua secara emosional. Kenapa bisa begitu?

2. Tekanan Sosial Media dan Standar Hidup yang Tak Realistis

Buka Instagram atau TikTok, dan kamu akan langsung dibombardir dengan “anak muda sukses sebelum umur 25”, konten motivasi yang memaksa, dan gaya hidup mewah yang tidak semua orang bisa capai. Ini bukan lagi inspirasi—ini tekanan diam-diam. Gen Z tumbuh dengan standar hidup yang makin tinggi, tanpa diberi waktu untuk memahami dirinya sendiri.

3. Burnout Dini dan Quarter-Life Crisis di Usia Awal 20-an

Di umur 22, banyak dari mereka sudah menghadapi burnout. Bukan karena kerja terlalu keras, tapi karena ekspektasi yang tidak realistis. Tekanan untuk langsung mapan, punya karier, pasangan, rencana masa depan, semuanya ditumpuk dalam satu fase. Mereka merasa belum cukup, belum berhasil, belum stabil, padahal realitanya mereka baru mulai.

Baca  5 Wisata Hits di Sukoharjo, Cocok untuk Upload Foto Medsos Saat Liburan

4. Dunia Digital yang Berubah Terlalu Cepat

Ironisnya, bahkan di dunia yang mereka kuasai—media sosial—Gen Z merasa “tertua”. Tren yang berganti nyaris setiap minggu, istilah internet yang terus berkembang, dan kehadiran Gen Alpha yang lebih cepat menyerap semuanya, membuat mereka merasa tertinggal di dunia yang diciptakan oleh generasi mereka sendiri.

5. Generasi yang Dewasa Terlalu Dini

Berbeda dengan generasi sebelumnya yang masih bisa bebas mengeksplorasi di usia 20-an, Gen Z dipaksa cepat dewasa. Mereka terpapar berita buruk sejak remaja, ikut diskusi berat dari umur belasan, dan terbiasa memikirkan soal kesehatan mental, krisis iklim, hingga politik global di usia yang sangat muda.

6. Adaptasi Gaya Hidup: Dari Ambisi ke Soft Life

Sebagai respons, sebagian Gen Z mulai mencari jalur berbeda. Mereka membangun narasi baru: tidak harus sukses sebelum 25, tidak harus kaya sebelum menikah. Soft life, healing, me-time, dan batasan diri mulai menjadi normal. Ini bukan bentuk kemunduran, tapi bentuk perlawanan terhadap kelelahan kolektif yang lama terpendam.

Gen Z merasa lebih tua di umur 22 bukan tanpa sebab. Mereka tumbuh dalam tekanan sosial media, ekspektasi sukses dini, dan dunia yang terus berubah tanpa jeda. Di balik unggahan lucu soal “capek jadi anak muda”, ada realita kelelahan mental yang nyata. Perasaan tua bukan berarti usia mereka sudah jauh, tapi beban yang mereka pikul terlalu berat dan terlalu cepat. Maka, tidak aneh jika mereka mulai memilih untuk melambat, membangun ulang ekspektasi hidup, dan mencoba hidup dengan tempo mereka sendiri.