yang semakin sempit. Jika seseorang hanya memilih konten yang sejalan dengan pandangan pribadinya, maka perspektif berbeda bisa hilang dari layar. Kreator kecil pun berpotensi makin tenggelam, karena preferensi pengguna bisa membuat feed mereka hanya diisi nama-nama besar yang sudah dikenal.
Ada pula pertanyaan praktis: apakah mayoritas pengguna benar-benar akan repot mengatur feed? Pengalaman di platform lain menunjukkan, sebagian besar orang cenderung pasif dan menerima saja apa yang ditampilkan. Jika itu terjadi, fitur baru ini mungkin hanya dimanfaatkan segelintir orang.
Namun bila berhasil diadopsi luas, kontrol feed bisa memperbaiki ekosistem. Kreator akan lebih mudah memahami selera audiens secara nyata, bukan sekadar menebak-nebak algoritma. Pengguna pun bisa merasakan pengalaman yang lebih relevan, bukan lagi sekadar guliran tanpa arah.
Ke depan, Instagram harus berhati-hati menyeimbangkan dua hal: menjaga kebebasan memilih, sekaligus tetap membuka pintu bagi konten segar yang belum pernah dijelajahi pengguna. Jika keseimbangan ini tercapai, Instagram tidak hanya akan bertahan dengan tiga miliar pengguna, tetapi juga memperkuat kepercayaan yang belakangan ini kerap goyah.
Pada akhirnya, angka besar hanyalah awal. Masa depan Instagram ditentukan oleh kualitas pengalaman setiap orang saat membuka aplikasi. Apakah mereka menemukan sesuatu yang berarti, atau hanya menutup aplikasi dengan rasa jenuh? Fitur kontrol feed adalah percobaan penting untuk menjawab pertanyaan itu. Hasilnya akan terlihat dalam miliaran swipe, like, dan komentar yang akan datang.