Misteri Pusaka Tali Sangka – Bagian 3: Jalan yang Tak Kembali
Hari-hari Damar setelah menemukan Keris Tali Sangka semakin diliputi oleh bayang-bayang dunia yang tidak lagi ia kenal. Seiring berjalannya waktu, dunia yang dulu tampak biasa kini terasa jauh lebih kompleks dan mencekam. Setiap kali ia memegang keris itu, suara-suara aneh mulai memenuhi pikirannya, seolah dunia lain berusaha untuk berkomunikasi dengannya. Tapi yang paling aneh adalah perubahan yang terjadi pada dirinya. Ia merasa semakin jauh dari kenyataan, dan tak bisa menghindari perasaan bahwa ia telah mengikatkan nasibnya dengan sesuatu yang lebih besar dari sekadar dunia manusia.
Damar kini menghabiskan banyak waktu di rumah Kyai Giriwasesa, mencari petunjuk tentang keris Tali Sangka. Kyai yang bijaksana itu melihat perubahan pada Damar, dan meskipun ia tampak semakin cemas, ia tetap berusaha memberikan nasihat terbaik.
“Anakku,” kata Kyai Giriwasesa dengan suara serak, “Keris itu memilihmu, tetapi dengan pilihan itu datang beban yang berat. Tali Sangka bukan sekadar pusaka, ia adalah ikatan yang menghubungkan dunia kita dengan dunia yang lebih dalam—dunia para leluhur dan roh-roh yang telah lama menghilang.”
Damar tahu bahwa ia tidak bisa mundur. Sejak ia menyentuh keris itu, ia telah terikat pada takdir yang tak bisa dihindari. Semakin ia mencoba untuk melepaskan diri, semakin kuat daya tarik yang dirasakannya.
Suatu malam yang penuh kabut, Damar terbangun dari tidurnya dengan perasaan gelisah. Ada sesuatu yang tidak beres, sesuatu yang mengganggu pikirannya dan membuatnya terjaga. Ia merasakan kehadiran yang tak tampak, sebuah energi yang kuat mengalir dari keris yang terletak di samping tempat tidurnya. Begitu ia menyentuh keris itu, ia kembali merasakan kehadiran sosok misterius yang semakin jelas. Kali ini, sosok itu muncul dalam bayangannya, sosok yang dikenal dalam cerita-cerita leluhur, namun begitu berbeda dari apa yang Damar bayangkan.
“Damar Tunjung…” suara yang dalam dan menggetarkan terdengar dalam pikirannya. “Kau telah memilih untuk membuka jalan yang telah lama terkunci. Kini, kau harus membayar harga dari pilihanmu.”
Sosok itu muncul dalam mimpinya, mengenakan pakaian serba hitam, dengan wajah yang setengah tertutup oleh kerudung. Matanya bersinar dengan kilatan merah yang mengerikan. Ia bergerak menuju Damar dengan langkah yang begitu tenang, namun setiap langkahnya mengundang rasa takut yang mendalam.
“Kami adalah penjaga dunia yang hilang,” suara itu terus berbisik. “Keris Tali Sangka menghubungkan kita, Damar. Dan kau adalah pengikatnya. Kau harus memilih—terima ikatan ini sepenuhnya, atau lepaskan dan hadapi akibatnya.”
Damar mulai merasakan ketegangan yang luar biasa. Ia tahu bahwa dunia ini tidak akan sama lagi. Di satu sisi, ia merasa ada tanggung jawab yang besar untuk melindungi keris itu dan dunia yang mengelilinginya. Tetapi di sisi lain, ia merasa terperangkap dalam lingkaran takdir yang tak dapat dipahami sepenuhnya.
Keesokan harinya, Damar memutuskan untuk melakukan perjalanan ke tempat yang lebih jauh. Ia merasa bahwa untuk bisa memahami sepenuhnya kekuatan yang ada pada keris tersebut, ia harus mengunjungi tempat-tempat yang dipercaya bisa membantu membuka tabir rahasia Tali Sangka. Ia mendatangi seorang pujangga tua yang tinggal di pinggiran desa. Pujangga ini terkenal karena memiliki pengetahuan luas tentang sejarah dan kekuatan benda-benda pusaka yang telah ada sejak zaman kerajaan.
Pujangga itu, yang bernama Ki Suryo Binangun, melihat keris Tali Sangka dengan mata yang penuh pengetahuan. Setelah mengamati sebentar, Ki Suryo berkata dengan tenang:
“Ini adalah pusaka yang memiliki kekuatan jauh lebih besar dari sekadar kekuatan fisik. Tali Sangka adalah simbol ikatan antara manusia dan dunia gaib. Siapa yang memegangnya, akan terikat oleh takdir yang tidak bisa dielakkan. Keris ini memilih pemiliknya bukan hanya berdasarkan keberanian, tapi juga berdasarkan hati yang siap menerima beban itu.”
Damar merasa beban itu semakin berat. Dengan setiap langkahnya, ia merasakan sebuah tarikan tak terlihat, seolah dunia lain menginginkan sesuatu darinya. Dalam pertemuan singkat itu, Ki Suryo memberinya petunjuk terakhir.
“Tidak ada jalan yang mudah, Damar. Jika kau memilih untuk menguasai keris itu, kau harus siap untuk menghadapi dunia yang lebih besar dari dunia yang kau kenal. Namun, ingatlah, tak ada yang bisa mengubah takdir yang telah terikat.”
Damar pergi dengan perasaan yang semakin ragu, tetapi juga penuh tekad. Ia tahu bahwa keris itu telah memilihnya, dan ia harus menemukan cara untuk mengendalikan kekuatan yang mengalir darinya. Namun, semakin ia mencoba untuk mencari jawaban, semakin banyak pertanyaan yang muncul.
Ia mulai merasakan bahwa setiap malam, ia dibawa lebih dalam ke dalam dunia yang tidak nyata. Ada saat-saat ketika ia bisa melihat bayangan para leluhur yang telah lama meninggal, berjalan di sampingnya, atau mendengar suara bisikan yang seolah mengarahkan langkah-langkahnya. Dunia yang dulu ia anggap biasa kini terasa semakin asing dan menakutkan.
Pada suatu malam yang kelam, saat Damar memegang keris Tali Sangka di tangannya, sebuah pintu yang sangat besar muncul di hadapannya. Pintu itu, terbuat dari batu hitam pekat, terlihat sangat kuno dan misterius. Dari dalamnya, suara ribuan roh yang terkurung terdengar mengerikan. Damar tahu bahwa ia tidak bisa lagi mundur.
Dengan tekad bulat, ia melangkah menuju pintu itu, siap untuk memasuki dunia yang lebih dalam—dunia yang akan mengubah hidupnya selamanya.