Cerpen

Misteri Pusaka Tali Sangka – Bagian 6: Malam Suro dan Pusaka yang Terbangun

Langkah Damar menggema di tanah yang belum pernah diinjak manusia biasa. Dunia leluhur tampak hening namun hidup—angin berembus seolah membawa bisikan ribuan suara dari masa silam. Namun jauh di lubuk hatinya, Damar merasakan sesuatu yang memanggil. Bukan hanya dari tempat ini, tapi dari tanah kelahirannya, dari dunia yang ia tinggalkan.

Dan malam itu… adalah malam 1 Suro.

Di dunia nyata, langit mendung dan angin bertiup lebih dingin dari biasanya. Desa Tunjung Arum berselimut kabut tipis. Para sesepuh dan abdi dalem kraton mempersiapkan diri—membersihkan pusaka leluhur, memandikannya dengan air bunga tujuh rupa, diiringi doa-doa yang hanya diucapkan setahun sekali. Keris Tali Sangka adalah salah satu yang paling dirindukan untuk dimandikan. Tapi malam ini, pusaka itu tak berada di tempatnya.

“Dia telah membawanya,” gumam Mbah Ranu, juru kunci tertua desa itu. Matanya yang telah rabun menatap langit dengan khidmat. “Dan malam Suro ini… menjadi malam paling berbahaya sepanjang ingatan.”

Di dunia leluhur, Damar mendengar suara gamelan yang samar, seperti datang dari balik dimensi lain. Portal antara dunia leluhur dan dunia manusia mulai melemah—malam Suro memang saat paling tipis antara batas gaib dan nyata. Dan karena Tali Sangka adalah pusaka penjaga batas itu, keberadaannya di dunia leluhur telah membuka celah tak kasat mata.

Tiba-tiba tanah bergetar. Sosok bayangan muncul dari ujung langit, tinggi, hitam, dan membara di bagian matanya. Makhluk itu tak bersuara, namun aura yang dilepaskannya membuat udara membeku.

“Kala Murka…” bisik seorang leluhur yang muncul di samping Damar. “Roh jahat dari zaman yang dilupakan. Ia terkurung ribuan tahun di dalam pusaka—dan kini kekangannya mulai runtuh. Karena kau membawanya ke dunia kami, malam ini ia bisa bangkit.”

Baca  Misteri Pusaka Tali Sangka – Bagian 2: Ikatan yang Tak Terputus

Damar menatap Tali Sangka yang kini bergetar hebat di genggamannya. Cahaya biru di bilahnya memudar, digantikan oleh kilatan merah darah. Ia mengerti: pusaka ini bukan hanya penjaga, tapi juga penjara.

“Kalau aku tak mengembalikannya malam ini ke dunia manusia, apa yang akan terjadi?” tanyanya, walau jawabannya sudah terasa di dadanya.

“Gerbang akan terbuka. Tak hanya satu, tapi semua pusaka lain akan terbangun. Dan malam Suro tak lagi jadi malam suci… tapi malam penaklukan.”

Damar menarik napas dalam-dalam. Ia harus pulang. Malam ini. Sebelum pukul 12 malam, sebelum air suro selesai menyentuh ujung pusaka terakhir. Jika tidak, roh-roh pengikut Kala Murka akan bangkit, dan dunia manusia akan diinvasi oleh kekuatan yang telah lama disegel.

Ia mengangkat keris itu, mengucap mantra pengembalian yang diajarkan oleh arwah leluhur, namun kali ini, angin menjadi liar. Portal kembali terbuka, tapi bergolak dan liar seperti ombak badai. Di baliknya, ia bisa melihat desa Tunjung Arum, para abdi dalem bersiap di pelataran, dan suara kendang mulai berdentam pelan. Malam Suro sudah dimulai.

Tanpa ragu, Damar melompat ke dalam pusaran cahaya.

Ia harus kembali.

Ia harus mengembalikan Tali Sangka sebelum malam ini berubah menjadi awal kehancuran.

Dan ia tak tahu… bahwa seseorang telah menunggunya di sisi lain.

Seseorang yang juga mewarisi darah Tali Sangka.

Dan tidak semua warisan datang untuk menyelamatkan.

Kalau kamu mau, bagian selanjutnya bisa kita buat jadi pertemuan antara Damar dan penerus baru yang justru jadi musuh, atau mungkin pengkhianatan dari dalam desa sendiri. Tinggal bilang aja!