Pinterpedia.com – Kalau bicara soal film animasi Indonesia, kebanyakan orang langsung ingat karakter yang lucu-lucu atau penuh aksi. Tapi Merah Putih: One for All beda ceritanya. Film ini menghadirkan delapan anak dari berbagai penjuru Nusantara yang bersatu demi misi mulia: menemukan kembali bendera pusaka yang hilang jelang 17 Agustus. Kedengarannya sederhana, tapi perjalanan mereka penuh konflik, humor, bahkan sedikit kontroversi yang bikin penonton heboh.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Sebagai penonton, saya merasa karakter-karakternya adalah napas utama film ini. Mereka bukan cuma tempelan visual, tapi punya kepribadian, latar belakang, dan cara bicara yang mencerminkan daerah asal masing-masing. Nah, di sini saya akan mengajak kamu kenalan lebih dekat dengan delapan pahlawan cilik itu—tanpa gaya formal, tanpa basa-basi, dan tentu saja dengan pandangan segar.

1. Raka – Pemimpin Berjiwa Tangguh

Raka adalah sosok yang langsung mencuri perhatian sejak menit pertama. Postur tegap, baju merah, dan tatapan tegas membuatnya terlihat lebih dewasa dari anak-anak sebayanya. Tapi, yang bikin rame di dunia maya bukan cuma sifatnya—netizen menyoroti kemiripannya dengan Wapres Gibran. Entah kebetulan atau inspirasi, yang jelas karakter ini punya kharisma pemimpin.

Dalam cerita, Raka sering mengambil keputusan di saat genting, tapi tetap mau mendengar masukan tim. Karakternya mengingatkan kita bahwa kepemimpinan bukan soal teriak paling keras, tapi berani memikul tanggung jawab.

2. Anak Papua – Energi yang Nggak Pernah Habis

Kalau Raka adalah otak strategi, si Anak Papua ini adalah mesin tenaganya tim. Selalu berlari paling depan, semangatnya seperti nggak pernah habis, dan kalau ketawa, semua orang ikut senyum. Kostumnya memadukan unsur budaya Papua dengan gaya modern, mencerminkan kebanggaan pada akar budaya tanpa terjebak stereotip.

Dia juga jadi pengingat bahwa kekuatan fisik hanyalah bonus—yang utama adalah hati yang selalu ingin melindungi teman-temannya.

3. Anak Betawi – Si Tukang Ngocol yang Jago Nyari Jalan Pintas

Film ini butuh “pelepas ketegangan”, dan Anak Betawi memegang peran itu. Logat khasnya, celetukan spontan, dan kemampuan nyeleneh dalam mencari solusi sering bikin penonton ngakak. Tapi di balik sikap santainya, dia punya naluri jalanan yang tajam—tahu kapan harus serius, kapan harus bercanda.

Menurut saya, karakter ini memperkaya dinamika cerita. Tanpa dia, tim akan terasa kaku dan terlalu formal.

4. Anak Tionghoa – Otak Logis di Balik Layar

Anak Tionghoa di film ini nggak banyak bicara, tapi tiap kalimatnya selalu berarti. Dia tipe yang lebih suka menganalisis situasi sebelum bergerak. Kalau tim lain sibuk panik, dia yang menenangkan dengan rencana cadangan.

Karakternya membuktikan bahwa kontribusi dalam tim nggak selalu harus flamboyan—kadang, kekuatan terbesar justru ada di kepala yang tenang.

5. Anak Makassar – Petarung yang Selalu Siap

Bisa dibilang ini adalah “tank” dalam tim. Fisiknya kuat, gerakannya gesit, dan nggak ragu melindungi teman-temannya dari bahaya. Tapi menariknya, dia juga punya sisi lembut yang jarang kelihatan—misalnya saat menghibur teman yang sedang down.

Kombinasi kekuatan dan empati ini membuatnya jadi salah satu karakter yang paling seimbang.

6. Anak Medan – Suaranya Selalu Terdengar

Kalau ada yang cerewet tapi lovable, ya dia ini. Anak Medan selalu punya komentar untuk setiap situasi. Awalnya, saya pikir ini cuma tempelan komedi, tapi ternyata perannya lebih besar: dia sering jadi penyemangat tim ketika semua mulai kehilangan harapan.

Karakternya mengajarkan bahwa energi positif bisa datang dari siapa saja, bahkan dari mulut yang nggak pernah diam.

7. Anak Jawa Tengah – Penjaga Harmoni

Dalam tim yang penuh kepala panas, Anak Jawa Tengah ini seperti udara sejuk. Cara bicaranya halus, pikirannya jernih, dan sering menjadi penengah saat dua anggota tim mulai debat.

Perannya penting karena persatuan tim nggak cuma dibangun dari aksi heroik, tapi juga dari kemampuan untuk menjaga semua tetap fokus pada tujuan.

8. Anak Tegal – Kreatif dan Penuh Ide Gila

Anak Tegal ini kreatifnya nggak ketulungan. Kadang idenya terdengar konyol, tapi justru sering menyelamatkan tim di situasi terjepit. Dia seperti “wild card” yang bikin cerita nggak bisa ditebak.

Karakternya adalah contoh nyata bahwa berpikir di luar kotak kadang lebih efektif daripada mengikuti prosedur baku.

Yang bikin delapan karakter ini menonjol adalah mereka mewakili latar budaya yang berbeda tanpa terasa dipaksakan. Mereka nggak hanya sekadar simbol Bhinneka Tunggal Ika, tapi juga punya kepribadian yang terasa nyata—ada yang keras kepala, ada yang humoris, ada yang pendiam.

Film ini berusaha menunjukkan bahwa keberagaman bukan cuma soal tampilan luar, tapi juga cara berpikir, berinteraksi, dan berkontribusi dalam sebuah tim.

Kontroversi yang Ikut Mengiringi

Nggak bisa dipungkiri, film ini juga kena sorotan soal desain karakter. Selain isu kemiripan Raka dengan tokoh publik, ada klaim dari seniman 3D luar negeri soal penggunaan model karakter. Bagi saya, ini jadi pengingat bahwa industri kreatif harus ekstra hati-hati soal hak cipta dan orisinalitas.

Meski begitu, terlepas dari kontroversinya, karakter-karakter ini tetap punya daya tarik yang membuat penonton betah mengikuti cerita.

Bagi saya, Merah Putih: One for All punya kekuatan utama di karakternya. Delapan anak ini bukan hanya pemeran, tapi jiwa dari cerita. Mereka bikin kita peduli, tertawa, kadang geregetan, tapi tetap ingin lihat mereka berhasil.

Kalau kamu belum nonton, coba tonton dan pilih sendiri karakter favoritmu. Siapa tahu, ada satu yang sifatnya mirip sama kamu.