Pinterpedia.com – Sebuah patung misterius yang didedikasikan untuk pencipta Bitcoin, Satoshi Nakamoto, sempat membuat heboh dunia kripto. Bukan karena desainnya yang unik atau letaknya yang strategis, tapi karena patung itu… hilang. Bukan dicuri ke gudang gelap, tapi dilempar ke Danau Lugano, Swiss.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Untungnya, patung itu berhasil ditemukan kembali. Tapi cerita ini lebih dari sekadar benda yang tenggelam dan muncul lagi. Di balik kejadian ini, ada pesan penting tentang simbol, komunitas, dan nilai-nilai desentralisasi yang dipercaya banyak orang di dunia digital.

Patung ini merupakan bagian dari proyek global bernama 21 Statues of Satoshi. Tujuannya sederhana tapi bermakna: membangun 21 patung Satoshi Nakamoto di 21 kota berbeda, mewakili jumlah maksimal Bitcoin yang akan ada di dunia—21 juta koin.

Desain patungnya tidak biasa. Wajahnya kabur. Badannya seolah memudar. Bukan karena salah cetak, tapi karena memang ingin menggambarkan Satoshi sebagai sosok yang anonim. Ia tidak dikenal, tapi idenya dikenal dan menyebar ke seluruh dunia.

Patung ini diletakkan di Lugano, kota kecil di Swiss yang belakangan ini dikenal sebagai kota yang ramah terhadap kripto. Bitcoin bahkan sudah bisa digunakan sebagai alat pembayaran resmi di sana.

Kronologi Singkat Patung yang Hilang

Pada 3 Agustus 2025, sehari setelah Hari Nasional Swiss, sebuah insiden terjadi. Diduga, seorang pria yang sedang mabuk merusak patung dan melemparkannya ke Danau Lugano. Tindakan ini langsung memicu respons besar dari komunitas kripto internasional.

Tim penyelenggara proyek dan pemerintah kota menawarkan hadiah sebesar 0,1 BTC (sekitar Rp 170 juta) bagi siapa pun yang bisa menemukan dan mengembalikan patung tersebut.

Beberapa hari kemudian, patung itu ditemukan oleh tim penyelam kota. Meskipun rusak, patung tetap dikenali. Bagian bawahnya masih tertancap pada struktur fondasi, tapi bagian tubuh utamanya terlepas.

Reaksi Para Komunitas Crypto

Kabar tentang hilangnya patung langsung menyebar di media sosial dan komunitas crypto. Banyak yang kesal, tentu. Tapi yang menarik, tidak ada aksi balas dendam atau saling menyalahkan. Justru, yang muncul adalah rasa kebersamaan.

Komunitas kripto di berbagai belahan dunia mendukung upaya pencarian. Banyak yang menggalang suara, membuat konten edukasi tentang arti penting patung ini, bahkan menyumbang untuk pemulihan proyeknya.

Kenapa ini penting? Karena menunjukkan bahwa dunia kripto bukan cuma soal teknologi dan uang, tapi juga soal komunitas yang aktif dan punya semangat kolektif.

Kehilangan patung ini bukan cuma soal vandalisme. Ini tentang bagaimana sebuah simbol bisa menghubungkan ribuan orang dari berbagai negara. Patung itu bukan sekadar karya seni. Ia adalah pengingat akan nilai-nilai yang dibawa oleh Bitcoin dan teknologi blockchain: transparansi, kebebasan, dan sistem tanpa perantara.

Ketika patung itu jatuh, yang bergerak bukan hanya pemerintah atau pemiliknya. Tapi komunitas global.

Dan ketika ia ditemukan kembali, yang dirayakan bukan hanya benda yang kembali. Tapi semangat yang tidak pernah benar-benar hilang.

Pihak penyelenggara memastikan bahwa patung ini akan diperbaiki dan dipasang kembali di tempat semula. Bukan sebagai penyesalan, tapi sebagai bentuk keteguhan.

Mereka juga menegaskan bahwa proyek 21 Statues of Satoshi akan terus berjalan. Kota-kota lain akan segera menyusul. Setiap patung akan menjadi simbol yang berbeda, tapi semuanya mengusung semangat yang sama: bahwa ide tidak bisa ditenggelamkan.

Satoshi Nakamoto adalah nama yang tidak punya wajah. Tapi ide yang ia tinggalkan tidak butuh wajah untuk hidup. Patung di Lugano sempat tenggelam, tapi nilainya justru makin terasa. Dan sekarang, ia bukan lagi sekadar patung.

Ia sudah menjadi simbol bahwa meskipun dunia berubah, nilai-nilai yang lahir dari semangat kebebasan, transparansi, dan partisipasi tetap bisa bertahan. Bahkan setelah dilempar ke danau.