Pinterpedia.com – Kalau mendengar kata cerobong pabrik, sebagian besar orang mungkin langsung membayangkan asap hitam yang membumbung tinggi ke langit. Padahal di balik itu, ada hitungan serius soal tinggi, diameter, kecepatan aliran gas, sampai lokasi berdirinya. Cerobong asap di pabrik tidak hanya pipa panjang yang ditaruh di atapnya. Ia adalah alat kendali lingkungan, penentu seberapa aman udara yang kita hirup, dan seberapa jauh polusi menyebar ke sekitar. Karena itu, tinggi cerobong tidak bisa asal, apalagi hanya berdasarkan perkiraan tukang bangunan.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Regulasi yang Mengikat

Di Indonesia, aturan soal cerobong pabrik tidak berdiri sendiri. Ia melekat pada regulasi pengelolaan lingkungan hidup. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup misalnya, menegaskan bahwa setiap sumber emisi harus punya sistem pembuangan yang memenuhi syarat teknis. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga menerbitkan peraturan teknis yang lebih detail, termasuk kewajiban punya cerobong sampling untuk uji emisi. Jadi kalau ada pabrik yang bikin cerobong sekadar formalitas, itu jelas melanggar hukum.

Tinggi Ideal Cerobong

Pertanyaan paling umum tentu: berapa sebenarnya tinggi cerobong yang aman. Jawabannya, tidak ada angka tunggal yang berlaku di semua kondisi. Tinggi cerobong harus dihitung berdasarkan kapasitas produksi, jenis bahan bakar, volume emisi, dan lingkungan sekitar. Namun ada prinsip umum yang sering dipakai, yaitu cerobong sebaiknya setidaknya dua kali lipat lebih tinggi daripada bangunan tertinggi di sekitarnya. Tujuannya sederhana, agar asap yang keluar langsung terbawa angin dan tidak kembali turun ke permukaan tanah.

Beberapa panduan teknis menyebut angka minimal 14 meter untuk cerobong kecil, tetapi di kawasan industri padat

Halaman:
1 2 3 4