Pinterpedia.com – Di banyak rumah tangga, pertengkaran bukan selalu soal uang atau mertua, melainkan perkara membersihkan piring kotor dan siapa yang harus nyapu rumah. Kedengarannya sepele sih, tapi kalau dibiarkan, bisa merembet jadi masalah besar. Para sosiolog Alice Beban dari Massey University dan Glenda Roberts menekankan bahwa pembagian tugas rumah yang adil bisa dicapai dengan tiga cara utama: fleksibilitas, komunikasi terbuka, dan menghargai kerja tak terlihat.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

1. Fleksibel dalam Membagi Tugas

Banyak pasangan terjebak dengan pola “tetap dan pasti”: misalnya, suami selalu buang sampah, istri selalu masak, titik. Pola kaku semacam ini awalnya terlihat praktis, tapi cepat atau lambat bisa terasa berat di salah satu pihak. Bayangkan, kalau orang yang “selalu” buang sampah tiba-tiba sakit atau sedang lembur kerja, sementara pasangannya bahkan nggak tahu di mana plastik cadangan.

Sosiolog menyarankan pasangan untuk membuka ruang fleksibilitas. Bukan berarti tugas rumah jadi bebas tanpa aturan, melainkan jangan mengikatkan diri pada peran yang kaku. Fleksibilitas ini justru mencerminkan realitas hidup: jadwal kerja bisa berubah, kondisi kesehatan bisa menurun, bahkan suasana hati pun memengaruhi energi untuk mengerjakan sesuatu.

Contohnya sederhana: kalau biasanya kamu yang masak tapi hari itu sedang dikejar deadline, pasangan bisa gantian meski sekadar bikin mi instan. Atau kalau biasanya pasangan yang cuci baju tapi dia lagi ada tugas luar kota, kamu otomatis ambil alih. Prinsipnya bukan “siapa yang selalu”, tapi “siapa yang bisa saat itu.”

Kenapa penting? Karena rumah tangga bukan pabrik dengan jadwal mesin, tapi kerja sama manusia. Dan manusia jauh lebih cair daripada aturan di kertas.

2. Komunikasi Terbuka

Halaman:
1 2 3 4