Pinterpedia.com – Nama hakim sering kita dengar sebagai sosok berwibawa, duduk di kursi persidangan dengan jubah hitam, memutuskan perkara yang bisa mengubah hidup banyak orang. Tapi pertanyaan yang jarang disentuh adalah: apakah seorang hakim bisa dijatuhi sanksi berat hingga dipecat? Jawabannya: bisa. Indonesia punya Majelis Kehormatan Hakim (MKH), lembaga yang diberi mandat khusus untuk mengadili hakim yang melanggar kode etik.
MKH bukan sekadar simbol. Lembaga ini gabungan Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY), dua institusi yang bersatu menjaga integritas peradilan. Dari forum inilah keputusan besar bisa lahir: mulai dari peringatan keras, mutasi, hingga hukuman paling berat, yaitu pemberhentian tetap atau pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH).
Peran Majelis Kehormatan Hakim dalam Mengawasi Etika Peradilan
Dilansir dari beberapa sumber resmi KY, MKH adalah forum yang memang dirancang untuk menjatuhkan sanksi berat, bukan sekadar teguran. Bayangkan, jika hakim yang seharusnya menjaga marwah hukum justru tergelincir, siapa yang bisa menegakkan disiplin atas mereka? MKH hadir sebagai “pengadilan etik” untuk para pengadil itu sendiri.
Keberadaan MKH menjadi jawaban atas kegelisahan publik: pengawas pun perlu diawasi. Jika hakim melanggar sumpah, integritas, atau berperilaku tercela, maka MKH bisa menjatuhkan palu yang mengakhiri karier mereka di dunia peradilan.
Kasus-Kasus Hakim yang Dipecat Belakangan Ini
Fakta bahwa hakim bisa dipecat bukan sekadar wacana. Dilansir dari beberapa sumber berita nasional, pada 25 September 2025 seorang hakim Pengadilan Negeri Jember berinisial FK diberhentikan dengan tidak hormat. Penyebabnya, skandal perselingkuhan dengan perempuan bersuami. Keputusan itu menimbulkan kehebohan, karena bukan hanya merusak rumah tangga orang lain, tapi juga mencoreng nama pengadilan. MKH mengetuk palu: jabatan hakimnya dicabut, reputasi runtuh.
Kasus serupa juga terjadi di Medan pada Mei 2025. Seorang hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial, berinisial MS, resmi dijatuhi PTDH setelah dinyatakan bersalah melanggar kode etik. Dilansir dari beberapa sumber Komisi Yudisial, putusan ini menjadi bukti nyata bahwa pengawasan terhadap hakim berjalan aktif, bukan sekadar seremonial.
Lebih jauh ke belakang, Januari 2024, seorang hakim PTA Makassar juga harus angkat kaki dari kursinya akibat kasus perselingkuhan. Ia pun diberhentikan dengan tidak hormat. Begitu pula dengan hakim PT Medan yang mangkir kerja berhari-hari tanpa alasan jelas; pada September