2024 ia diberhentikan secara tetap. Rangkaian kasus ini menunjukkan, sejak 2024 hingga 2025, MKH konsisten menegaskan: tidak ada kompromi bagi pelanggaran berat.
Apa Bedanya Pemberhentian Tetap dan Pemberhentian Tidak Hormat?
Dua istilah ini kerap muncul dalam putusan MKH. Pemberhentian tetap artinya hakim kehilangan statusnya dan tidak bisa lagi kembali duduk di kursi pengadilan. Namun, pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) memiliki konsekuensi moral lebih besar. Bukan hanya status hilang, tapi catatan publik mencatat mereka sebagai hakim yang dijatuhi sanksi karena perbuatan tercela.
Bagi seorang hakim, PTDH adalah titik akhir yang getir. Reputasi yang dibangun bertahun-tahun runtuh dalam sekejap. Efeknya bukan hanya pada karier, tapi juga kepercayaan masyarakat, keluarga, hingga sejarah profesinya.
Proses Sidang MKH Mulai Dari Aduan hingga Putusan
Sidang MKH bukan formalitas belaka. Dilansir dari beberapa sumber Mahkamah Agung, mekanisme dimulai dari aduan atau temuan pelanggaran. KY atau MA melakukan pemeriksaan awal, lalu kasus dibawa ke forum MKH. Persidangan menghadirkan bukti, saksi, hingga pembelaan dari hakim yang diadili.
Agenda sidang biasanya diumumkan melalui situs Badan Pengawasan MA, misalnya sidang yang digelar 23 September 2025 untuk hakim berinisial PRW. Publik bisa mengikuti bahwa proses ini nyata dan berlangsung terbuka dalam batas tertentu. Putusan baru dijatuhkan setelah majelis menimbang semua fakta.
Dengan proses ini, MKH menegaskan bahwa tidak ada hakim yang bisa lolos hanya karena duduk di kursi tinggi. Mereka tetap bisa “dihukum” jika terbukti melanggar etika.
Mengapa Transparansi Putusan MKH Penting bagi Publik?
Pertanyaan yang sering muncul: mengapa publik perlu tahu kasus internal hakim? Jawabannya sederhana: kepercayaan pada hukum dibangun dari keterbukaan. Jika pelanggaran disapu di bawah karpet, citra peradilan semakin runtuh.
Dilansir dari beberapa sumber laporan KY, publik berhak tahu siapa saja hakim yang jatuh karena pelanggaran berat. Namun, tentu ada tantangan menjaga keseimbangan antara transparansi dan privasi. Terlalu tertutup, publik bisa menuduh ada permainan. Terlalu terbuka, bisa menyakiti keluarga pihak yang terlibat.
Meski begitu, era digital menuntut lebih banyak keterbukaan. Generasi baru ingin tahu detail kasus, bukan sekadar putusan singkat. Di sinilah MKH ditantang untuk memperbarui cara komunikasinya dengan masyarakat.
Pertanyaan terakhir yang menggelitik: apakah putusan MKH benar-benar memberi efek jera? Fakta bahwa dari tahun ke tahun kasus terus