dampak sosial dari teknologi. Bayangkan, lulusan sekolah menengah Indonesia suatu hari nanti bukan hanya tahu rumus matematika, tetapi juga bisa menjelaskan cara kerja algoritma rekomendasi di media sosial. Itu akan menjadi lompatan besar bagi daya saing bangsa.
Namun, jika implementasi hanya setengah hati, maka kurikulum AI berisiko menjadi sekadar jargon politik. Indonesia pernah berkali-kali mencoba reformasi pendidikan dengan nama baru, tapi terhenti di tengah jalan karena minim persiapan. Bedanya, kali ini tekanannya jauh lebih besar karena dunia sedang bergerak cepat di bawah bayang-bayang revolusi teknologi. AI bukan sekadar pilihan, melainkan keniscayaan.
Masa depan pendidikan kita kini sedang diuji. Apakah Indonesia akan menyiapkan generasi yang siap menjadi pemain utama di era kecerdasan buatan, atau hanya penonton yang kagum dengan inovasi dari luar negeri? Jawabannya akan terlihat dalam beberapa tahun ke depan, dimulai dari ruang-ruang kelas kecil yang kini sedang bersiap menyambut kurikulum baru ini.