Robot sudah menjadi bagian dari kehidupan modern. Di rumah, kita melihat penyedot debu yang berjalan sendiri. Di jalan raya, mobil listrik mulai mampu mengerem tanpa diperintah pengemudi. Di ruang operasi, lengan mekanik membantu dokter bekerja lebih presisi. Kemampuan-kemampuan ini sering membuat kita berpikir bahwa mesin semakin mirip makhluk hidup. Bahkan muncul pertanyaan yang terdengar sederhana namun menarik untuk dipahami: apakah robot dapat memiliki naluri?
Apa itu Naluri dalam Makhluk Hidup?
Naluri adalah kemampuan bawaan yang muncul tanpa belajar. Seekor bayi kucing akan memanjat untuk mencari susu induknya, bayi manusia menangis untuk mendapatkan perhatian, dan burung migrasi mampu terbang jauh tanpa peta atau pelatihan. Naluri terbentuk bukan melalui proses pendidikan, melainkan diwariskan melalui evolusi dan tertanam dalam sistem saraf sejak lahir.
Penjelasan ini sejalan dengan pandangan ilmuwan seperti Konrad Lorenz dan Nikolaas Tinbergen yang meneliti perilaku alami hewan. Naluri terbentuk melalui proses evolusi yang sangat panjang, bertujuan menjaga kelangsungan hidup suatu spesies. Makhluk hidup bereaksi cepat dalam kondisi penting karena tubuh mereka sudah membawa “kode bawaan” untuk bertahan.
Cara Robot Mengambil Keputusan
Robot tidak membawa pengalaman biologis atau memori evolusioner. Robot bekerja melalui sensor, rangkaian logika, program komputer, dan sistem pembelajaran mesin. Semua tindakan robot berasal dari instruksi yang dibuat manusia atau pola yang dipelajari dari data.
Contohnya sederhana. Robot pembersih lantai menghindar dari tepi tangga karena sensor jaraknya membaca ketinggian dan sistem kendalinya mengatur arah gerak. Mobil pintar berhenti sebelum tabrakan karena kamera dan radar mengukur jarak, lalu komputer menghitung kemungkinan risiko dan memberi perintah pengereman.
Tidak ada rasa takut atau naluri bertahan hidup di sana. Yang ada adalah hitungan cepat dalam prosesor.
Mengapa Robot Terlihat Seperti Punya Naluri?
Robot sering tampak bertindak spontan. Pendingin ruangan menyesuaikan suhu ruangan, kamera ponsel mengenali wajah untuk fokus otomatis, dan asisten digital merespons suara kita tanpa jeda panjang. Reaksi cepat ini membuat robot dan sistem otomatis tampak seolah-olah memiliki “insting”.
Namun kesan tersebut muncul karena logika robot bekerja sangat cepat. Mesin hanya menafsirkan data sensor dan menjalankan aturan yang sudah ditentukan. Ketika hasilnya tepat dan terjadi dalam waktu singkat, kita mudah tersugesti bahwa mereka berpikir atau merasakan sesuatu. Padahal, semua


