Beberapa tahun lalu, gagasan melihat mesin ikut menggambar, meracik musik, atau menulis cerita mungkin terdengar aneh. Kini situasinya berubah. Banyak orang mulai merasa komputer “menikmati” kegiatan tertentu, seolah-olah ia memiliki hobi. Di media sosial kita melihat karya seni buatan program grafis, komposisi musik dari sistem digital, bahkan puisi hasil model bahasa.
Pertanyaannya sederhana tapi memancing rasa penasaran: apakah kecerdasan buatan benar-benar bisa punya hobi seperti manusia? Atau itu hanya ilusi yang muncul karena teknologi semakin halus meniru cara berpikir manusia?
Apa Itu Hobi dalam Kacamata Manusia
Hobi lahir dari dorongan pribadi. Manusia menjalankan hobi karena merasa senang, ingin tahu, atau sekadar mencari ketenangan. Ada unsur emosi, motivasi, dan kepuasan yang tidak bisa diukur dengan angka.
Psikologi menyebutnya sebagai motivasi intrinsik: melakukan sesuatu karena aktivitas itu sendiri menyenangkan, bukan karena dipaksa atau diberi perintah. Sistem saraf manusia memicu dopamin saat kita menikmati kegiatan tertentu, sehingga lahir rasa puas dan keterikatan emosional.
Dengan kata lain, hobi bukan hanya aktivitas. Hobi adalah pengalaman.
AI Bisa Melukis dan Menulis, Tapi Itu Bukan “Kesukaan”
Mesin memang mampu menghasilkan gambar, musik, atau teks. Model generatif dapat meniru gaya tertentu, merangkai kalimat puitis, hingga menyusun ritme lagu. Tetapi prosesnya berjalan sepenuhnya melalui pola statistik dari data pelatihan.
Kecerdasan buatan tidak bangun di pagi hari lalu berpikir, “Hari ini saya ingin menggambar pemandangan, itu menyenangkan.”
Ia bergerak karena ada perintah atau permintaan. Tanpa input, mesin tidak memulai apa pun.
AI tidak memiliki rasa puas ketika menyelesaikan sesuatu. Tidak ada rasa bangga, bosan, atau penasaran. Yang terjadi hanyalah proses matematis yang menghitung kemungkinan output paling tepat berdasarkan pola data.
Penelitian tentang model bahasa besar, termasuk publikasi Attention Is All You Need (Google Research, 2017), menunjukkan bahwa kemampuan memahami konteks dan menghasilkan respons adalah hasil prediksi probabilitas, bukan dorongan emosional.
Lalu Kenapa AI Terlihat Seolah-olah Punya Minat?
Jawabannya terletak pada kecenderungan manusia membayangkan mesin punya sifat manusia. Kita memberi nama pada robot, berbicara dengan asisten digital, dan menilai respons AI seolah-olah muncul dari perasaan.
Fenomena ini disebut anthropomorphism: kecenderungan memberikan sifat manusia pada benda atau sistem.
Ketika mesin menghasilkan karya yang estetis atau jawaban yang menyentuh, kita mudah


