Pinterpedia.com – Ada yang bilang bulan merah saat gerhana itu pertanda kiamat. Ada pula yang percaya itu tandanya naga lagi ngamuk makan bulan. Tenang, kenyataannya jauh lebih sederhana tapi justru lebih keren. Fenomena yang sering disebut blood moon ini bukan mitos, tapi hasil kerja sama antara bumi, matahari, dan hukum fisika cahaya.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Kalau kamu penasaran kenapa bulan bisa berubah warna, ayo kita kupas satu-satu. Jangan khawatir, ini bukan kuliah astronomi kaku. Anggap saja obrolan santai sambil ngopi, tapi topiknya langit.

Pertama, jangan keburu percaya sama pandangan mata yang kadang menipu. Saat gerhana bulan total, bentuk bulan nggak berubah jadi aneh-aneh. Bulan tetap bulat, tetap setia muter di orbitnya. Yang bikin beda adalah bayangan bumi yang menutupinya.

Kalau kamu lihat bulan kayak “menghilang” sebagian, itu cuma karena sebagian permukaannya masuk ke area gelap yang disebut umbra. Jadi, bukan bulan yang menyusut atau berubah bentuk, melainkan cahayanya yang ketutup.

Kenapa warnanya nggak hitam total?

Logikanya, kalau cahaya matahari ketahan bumi, harusnya bulan jadi hitam dong. Tapi faktanya, justru muncul warna merah-oranye yang bikin dramatis. Nah, di sinilah atmosfer bumi ikut main peran.

Bayangkan bumi kayak punya filter raksasa. Saat cahaya matahari melewati atmosfer, cahaya biru dan hijau gampang mental ke segala arah. Sementara cahaya merah lebih tangguh, dia bisa menembus atmosfer dan sampai ke permukaan bulan. Hasilnya, bulan yang harusnya gelap jadi kelihatan memantulkan cahaya merah samar.

Pernah lihat langit sore yang oranye kemerahan? Prinsipnya sama. Itu namanya hamburan Rayleigh, istilah keren buat menjelaskan kenapa cahaya biru gampang tersingkir dan yang tersisa merah.

Jadi setiap kali lihat bulan merah darah saat gerhana, sebenarnya kamu sedang menyaksikan versi kosmik dari matahari terbenam—bedanya kali ini seluruh bumi yang bikin efek filter, bukan cuma horizon di depan rumah.

Warna Gerhana Nggak Selalu Sama

Nggak semua gerhana bulan total hasilnya merah pekat. Kadang warnanya lebih oranye lembut, kadang malah agak cokelat gelap. Kok bisa beda-beda?

Kondisi atmosfer bumi jawabannya. Kalau udara lagi banyak polusi atau ada letusan gunung berapi, partikel debu bikin cahaya makin terhambur, sehingga warna bulan tampak lebih gelap. Sebaliknya, kalau atmosfer relatif bersih, warna merahnya bisa lebih terang dan dramatis.

Para astronom bahkan punya skala khusus namanya Skala Danjon buat menilai tingkat kecerahan gerhana bulan, dari level 0 (gelap banget sampai hampir tak terlihat) sampai level 4 (merah terang).

Gerhana Total Berbeda dengan Gerhana Parsial

Biar nggak bingung, ada baiknya bedakan dulu jenis gerhana bulan.

  • Gerhana penumbra: bulan cuma kelihatan redup, banyak orang bahkan nggak sadar kalau lagi ada gerhana.

  • Gerhana parsial: sebagian bulan masuk bayangan inti bumi, jadi setengahnya terang, setengahnya gelap.

  • Gerhana total: seluruh bulan masuk umbra, dan di sinilah drama warna merah muncul.

Nah, fenomena “bulan darah” cuma terjadi saat gerhana total. Kalau cuma parsial atau penumbra, warnanya nggak bakal sedramatis itu.

Di masa lalu, banyak budaya takut kalau bulan berubah merah. Ada yang anggap itu tanda bala, ada yang bilang dewa lagi marah, bahkan ada legenda naga memakan bulan. Wajar sih, karena tanpa pengetahuan astronomi, fenomena langit memang terlihat misterius.

Sekarang, dengan teleskop dan sains cahaya, kita tahu penyebabnya. Tapi menariknya, meski sudah paham, kita tetap merasa kagum setiap kali melihat bulan merah. Jadi sains bukan menghilangkan rasa magis, tapi justru menambah kekaguman karena kita tahu persis bagaimana alam bekerja.

Gerhana bulan total menunjukkan betapa bumi bukan cuma penonton di panggung langit. Atmosfer kita ikut jadi lighting director, memberi bulan efek merah yang bikin dramatis.

Jadi, kalau ada yang tanya lagi kenapa bulan bisa merah saat gerhana, kamu bisa jawab santai: “Karena bumi ngasih filter gratis.” Bedanya dengan filter Instagram, ini filter kosmik yang cuma muncul sesekali.

Jangan lupa, nikmati dengan mata telanjang juga, karena sensasi melihat bulan perlahan berubah warna jauh lebih memukau daripada sekadar foto di galeri HP.