keras, amigdala aktif. Ada bayangan mengancam, dia menyalakan sirine biologis: detak jantung naik, napas lebih cepat, adrenalin keluar. Tapi pada penderita Urbach Wiethe, amigdala rusak. Alarmnya padam. Akibatnya, rasa takut jadi barang langka.
Amigdala Itu Apa Sih?
Kalau otak diibaratkan kota, amigdala itu pos satpam yang sensitif. Segala macam potensi bahaya dilaporkan ke dia dulu. Dari sana, perintah dikirim ke berbagai bagian tubuh: siap-siap kabur, pasang kuda-kuda, atau setidaknya keringat dingin biar lawan tahu kita panik.
Tanpa amigdala, tubuh kehilangan sistem peringatan dini. Itu sebabnya S. M. bisa jalan santai di tempat yang mestinya bikin bulu kuduk merinding. Peneliti sampai heran, kok bisa otak manusia beroperasi tanpa tombol panik yang biasanya jadi standar bawaan.
Pertanyaan penting muncul. Apakah hidup tanpa rasa takut itu sebuah keuntungan? Jawabannya nggak sesederhana iya atau tidak. Di satu sisi, tentu menyenangkan kalau kita nggak gampang cemas. Bayangkan nggak ada rasa gugup saat wawancara kerja, nggak ada keringat dingin saat naksir orang, dan nggak ada panik saat mendengar berita buruk.
Tapi sisi lain, rasa takut itu fungsional. Ia kayak sabuk pengaman. Memang bikin agak nggak nyaman, tapi justru menjaga kita selamat. Bayangkan orang tanpa takut nyebrang jalan tanpa lihat kanan-kiri, atau jalan santai masuk ke gang berbahaya tanpa pikir dua kali. Tanpa rasa takut, hidup bisa berubah jadi lotere maut.
Ilmuwan dari berbagai universitas pernah menguji S. M. dengan berbagai cara. Mereka bawa ke kebun binatang, tayangkan film horor, sampai bikin simulasi rumah hantu. Hasilnya konsisten: nol reaksi takut. Anehnya, ketika diberikan pengalaman yang berhubungan dengan


